2011-12-04

Muharram


Segala puji milik Allah Rabb semesta alam, semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada para kerabat dan para shahabat beliau seluruhnya, wa ba’du;
Sesungguhnya bulan Allah bulan al Muharram adalah bulan yang agung dan penuh berkah, ia adalah bulan yang pertama dalam setahun dan salah satu dari bulan-bulan suci yang mana Allah berfirman tentangnya:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ [التوبة : 36]

Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menzhalimi diri kamu dalam bulan yang empat itu…” (QS. at Taubah: 36)
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

Artinya: “Satu tahun ada 12 bulan darinya ada 4 bulan suci: 3 bulan secara berurutan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab Mudhar antara bulan Jumada dan bulan Sya’ban”. Hadits riwayat Bukhari, no.2958.

Dan bulan Muharram dinamakan demikian karena keberadaannya sebagai bulan suci dan sebagai penegasan akan kesuciannya. Dan firman Allah Ta’ala:

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya: “…Maka janganlah kamu menzhalimi diri kamu…”
Maksudnya adalah jangan berbuat zhalim di bulan-bulan yang suci ini karena berbuat zhalim di dalamnya lebih ditekankan dan lebih ditegaskan akan dosa dari bulan-bulan lainnya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang tafsir firman Allah Ta’ala:

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya: “…Maka janganlah kamu menzhalimi diri kamu…”
“Maksudnya jangan berbuat zhalim di setiap bulan darinya, tetapi dikhususkan darinya 4 bulan maka Allah menjadikannya (4 bulan tadi) suci, mengagungkan kehormatan-kehormatannya dan menjadikan dosa di dalamnya berlipat dan amal shalih pahalanya di dalamnya lebih besar (dibanding dengan bulan-bulan lainnya).
Qatadah rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat;

فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

“Sesungguhnya berbuat zhalim di bulan-bulan suci lebih besar kesalahan dan dosanya daripada berbuat zhalim di selainnya, walaupun suatu kezhaliman apapun bentuknya merupakan dosa besar tetapi Allah Ta’ala mengagungkan suatu perkara sesuai dengan kehendaknya”.
Beliau juga berkata: “Sesungguhnya Allah memilih yang suci dari makhluqnya; seperti Ia memilih para malaikat sebagai utusan dan memilih dari manusia sebagai rasul, memilih dari firman-Nya untuk mengingat-Nya, memilih bumi dijadikan sebagai masjid-masjid, memilih dari bulan-bulan bulan Ramadhan dan bulan-bulan yang suci, memilih dari hari-hari hari Jum’at, memilih dari beberapa malam malam qadar, maka agungkanlah apa yang diagungkan oleh Allah Ta’ala. Sungguh dimuliakannya beberapa perkara karena pengagungan Allah terhadapnya, dan hal ini bagi orang-orang yang diberi kepahaman dan akal”. (diringkas dari tafsir Ibnu katsir, tafsir surat at Taubah ayat 36).
Keutamaan memperbanyak puasa sunnah pada waktu bulan Muharram
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ. (رواه مسلم:1982)

Artinya: “Puasa yang paling utama setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa bulan Allah yaitu bulan Muharram.” (Hadits riwayat Muslim, no. 1982)
Sabda beliau: ” شَهْرُ اللَّهِ” digandengkan bulan ini kepada Allah Ta’ala sebagai penggandengan pengagungan, Al Qari rahimahullah berkata: “Bahwa maksudnya adalah seluruh hari pada bulan Muharram.”
Tetapi telah shahih riwayat bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah berpuasa satu bulan penuh selain bulan Ramadhan, maka hadits ini dianggap sebagai pemotivasi untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram bukan untuk berpuasa satu bulan penuh.
Dan telah benar riwayat bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban, hal ini mungkin belum diwahyukan kepada beliau tentang keutamaan bulan Muharram kecuali pada akhir hayat beliau sebelum bisa mengerjakan puasa tersebut… (lihat kitab Al Minhaj; Penjelasan an Nawawi terhadap kitab Shahih Muslim)
Allah memilih sesuatu dengan kehendak-Nya baik dari zaman atau tempat
Al ‘Izz Bin Abdus Salam rahimahullah berkata: “Dan pengutamaan antara tempat dan zaman, ada dua macam, yang pertama: berdasarkan dunia… dan yang kedua: pengutamaan berdasarkan agama, hal ini kembali kepada bahwa Allah Ta’ala memberikan kemurahan di dalamnya kepada hamba-Nya dengan mengutamakan pahala orang-orang yang mengerjakannya, seperti pengutamaan pahala puasa Ramadhan atas puasa seluruh bulan, dan demikian pula hari ‘Asyura-’… maka kemuliaan di dalamnya kembali kepada kemurahan dan kebaikan Allah ta’ala kepada para hamba-Nya… (lihat kitab Qawa’idul Ahkam 1/37)
‘Asyura-’ ditilik dari sejarah

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا قَالُوا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. (رواه البخاري:1865)

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah sampai di kota Madinah, beliaupun melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura-’, maka beliau bertanya: “Ada apa dengan hari ini?”, mereka menjawab: “Ini adalah hari yang baik, hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka maka Nabi Musapun berpuasa pada hari itu”, Nabipun bersabda: “Kalau begitu aku lebih berhak (mengikuti) Musa daripada kalian, beliaupun berpuasa dan memerintahkan ( kaum muslimin ) untuk berpuasa”. (Hadits riwayat Imam Bukhari, no.1865)
Maksud sabda beliau: هَذَا يَوْمٌ صَالِح, didalam riwayat Imam Muslim terdapat penjelasan:

هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. (رواه مسلم)

Artinya: “Ini adalah hari yang agung, Allah Ta’ala telah menyelamatkan pada hari ini Nabi Musa ‘alaihissalam dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya, maka Nabi Musapun ‘alaihissalam berpuasa karenanya sebagai tanda syukur maka kamipun berpuasa pada hari ini.”
Dan di riwayatkan oleh Imam Ahmad dengan tambahan lafadz:

وَهَذَا يَوْمُ اسْتَوَتْ فِيهِ السَّفِينَةُ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَهُ نُوحٌ وَمُوسَى شُكْرًا.

Artinya: “Ini adalah hari dimana berlabuhnya kapal (Nabi Nuh ‘alaihissalam)diatas bukit Judi (Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia-pent), lalu Nabi Nuh ‘alaihissalam dan Musa  berpuasa karenanya sebagai tanda syukur.”
Hadits : “وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ” (dan beliaupun shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa karenanya), di dalam riwayat al Bukhari rahimahullah juga terdapat lafadz:

فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصُومُوا. (رواه البخاري)

Artinya: “Maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada para shahabatnya: “Kalian lebih berhak untuk mengikuti Nabi Musa ‘alaihissalam daripada mereka”. (Hadits riwayat Bukhari)
Dan berpuasa pada hari ‘Asyura-’ telah dikenal dari mulai zaman jahiliyah sebelum zaman kenabian (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam), telah benar riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya orang-orang jahiliyah senantiasa berpuasa pada hari itu…”,
Al Qurthuby rahimahullah berkata: “Kemungkinan orang-orang Quraisy menyandarkan dalam puasanya kepada ajaran orang-orang terdahulu seperti Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Dan telah shahih juga riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa karenanya di kota Makkah sebelum hijrah ke Madinah, ketika beliau hijrah ke kota Madinah beliau mendapatkan orang-orang Yahudi memperingatinya lalu beliau bertanya kepada mereka tentang sebab dan merekapun menjawabnya sebagaimana yang sudah disebutkan di dalam hadits diatas. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyelisihi mereka di dalam peringatan mereka sebagai hari raya sebagaimana telah diriwayatkan dalam hadits Abu Musa ‘alaihissalam, beliau bersabda:

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَعُدُّهُ الْيَهُودُ عِيدًا فَصُومُوهُ أَنْتُمْ. رواه البخاري

Artinya: “Hari ‘Asyura-’ dulunya dianggap oleh orang yahudi sebagai hari raya maka hendaklah kalian berpuasa pada hari itu”.
Di dalam riwayat Imam Muslim rahimahullah:

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا. رواه مسلم

Artinya: “Hari ‘Asyura-’ adalah hari yang diagungkan orang yahudi dan mereka menjadikannya hari raya”.
Di dalam riwayat yang lain milik beliau juga:

كَانَ أَهْلُ خَيْبَرَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ يَتَّخِذُونَهُ عِيدًا وَيُلْبِسُونَ نِسَاءَهُمْ فِيهِ حُلِيَّهُمْ وَشَارَتَهُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصُومُوهُ أَنْتُمْ. رواه مسلم

Artinya: “Penduduk Khaibar (dan mereka pada waktu itu orang-orang Yahudi-pent) berpuasa pada hari ‘asyura-’ dan selalu menjadikannya sebagai hari raya, mereka menghiasi wanita-wanita mereka dengan emas dan perhiasan mereka, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maka berpuasalah kalian pada hari itu”. (Hadits riwayat Muslim)
Dan yang terlihat dari perintah untuk berpuasa adalah keinginan untuk menyelisihi orang-orang Yahudi sehingga berpuasa ketika mereka berbuka, karena hari raya tidak boleh berpuasa (di dalamnya-pent). (diringkas dari perkataan Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitab Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari)
Keutamaan Berpuasa Hari ‘Asyura-’

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ . (رواه البخاري )

Artinya: “Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Tidak pernah Aku melihat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam begitu bersemangat puasa pada suatu hari, ia utamakan dari yang lainnya kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura-’ dan bulan ini yakni bulan Ramadhan”. (Hadits riwayat Bukhari, no. 1867)
Dan Makna “yataharra” adalah bertekad untuk berpuasa pada hari itu agar mendapatkan ganjarannya dan bersemangat untuk mengerjakannya.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. (رواه مسلم :1976)

Artinya: “Berpuasa pada hari ‘Asyura-’ aku berharap kepada Allah agar menghapuskan (dosa) tahun yang sebelumnya”. (Hadits riwayat Muslim, no.1976)
Ini adalah dari kemuliaan Allah bagi kita dengan Ia berikan kepada kita berpuasa satu hari sebagai penghapusan dosa-dosa selama satu tahun penuh, dan Allah Ta’ala Maha mempunyai kemuliaan yang sangat agung.
Hari apakah hari ‘Asyura-’?
An Nawawi rahimahullah berkata: “Kata ‘Asyura-’ dan Tasu’a-’ adalah dua nama yang dipanjangkan, inilah yang masyhur di kitab-kitab bahasa. Para shahabat kami berkata: ” ‘Asyura-’ adalah hari ke sepuluh dari bulan al Muharram dan Tasu’a-’ adalah hari kesembilan darinya… begitulah pendapat jumhur ulama … dan begitulah maksud yang terlihat jelas dari beberapa hadits dan ketentuan dari muthlak lafadznya, dan dialah yang dikenal oleh para ahli bahasa. (lihat kitab Majmu’ karya an Nawawi)
Ia adalah istilah yang ada dalam Islam tidak dikenal zaman jahiliyah. (lihat kitab Kasysyaful Qina’ juz:2, puasa muharram ).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: ” ‘Asyura-’ adalah hari kesepuluh dari bulan Al Muharram, dan ini adalah pendapat Sa’id Bin Musayyib dan Hasan rahimahumallah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ يَوْمُ الْعَاشِرِ. (رواه الترمذي)

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa hari ‘Asyura-’ hari kesepuluh dari bulan Muharram”. Hadits riwayat Tirmidzi, beliau berkata: “Hadits ini hasan shahih”.

Dianjurkan puasa Tasu’a-’ dan ‘Asyura-’

عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (رواه مسلم:1916 )

Artinya: “Abdullah Bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan, beliau berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura-’ dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa pada hari itu, mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila datang tahun depan, jika Allah menghendaki maka kita akan berpuasa pada hari kesembilan”, beliau (Abdullah Bin Abbas) radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Dan tidaklah datang tahun depan hingga datangnya wafat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. (Hadits riwayat Muslim, no. 1916)
Imam Syafi’ie rahimahullah , para shahabatnya, Imam Ahmad dan Ishaq rahimahumallah serta yang lainnya berkata: “Dianjurkan berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh keduanya, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada hari kesepuluh dan telah berniat berpuasa pada hari kesembilan.
Dengan penjelasan diatas maka berpuasa pada hari ‘Asyura-’ ada beberapa tingkatan: “Yang paling rendah adalah berpuasa 1 hari (kesepuluh saja), diatasnya berpuasa pada hari kesembilan bersamanya dan tiap kali memperbanyak berpuasa pada bulan Muharram maka itu yang lebih utama dan lebih baik.
Hikmat dari penganjuran berpuasa pada hari Tasu’a-’
An Nawawi rahimahullah berkata: “Para ulama dari sahabat kami dan yang lainnya menyebutkan hikmah di dalam penganjuran puasa hari Tasu’a-’, ada beberapa macam:
  • Yang pertama: bahwa maksud darinya adalah menyelisihi orang-orang Yahudi ketika mereka hanya mencukupkan hanya hari kesepuluh.
  • Yang kedua: bahwa maksud darinya adalah menyambung hari ‘Asyura-’ dengan berpuasa (pada hari sebelumnya), sebagaimana dilarang untuk berpuasa pada hari jum’at secara sendirian, kedua pendapat ini disebutkan oleh al Khaththabi dan yang lainnya.
  • Yang ketiga: benar-benar menjaga untuk berpuasa pada hari kesepuluh, karena ditakutkan awal bulan terlalu kecil atau terjadi kesalahan (dalam penglihatan awal bulan-pent), maka hari kesembilan di dalam jumlah sebenarnya hari kesepuluh ketika itu.
  • Dan jawaban yang paling kuat adalah menyelisihi ahli kitab, Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang untuk menyerupakan diri dengan ahli Kitab di dalam hadits-hadits yang banyak, seperti sabda beliau:

لَئِنْ عِشْتُ إِلَى قَابِلٍ لَأَصُومَنَّ التَّاسِعَ

Artinya: “Sungguh jika aku masih hidup pada tahun depan maka sungguh aku akan benar-benar berpuasa pada hari kesembilan.” (Lihat kitab al-Fatawa al-Kubra juz 6, saddudz dzra-I’ al Mufdiyah)
Hukum berpuasa hari ‘Asyura-’ saja:
Syaikhul Islam rahimahullah berkata: “Berpuasa pada hari ‘Asyura-’ sebagai penghapus dosa selama 1 tahun dan tidak dimakruhkan untuk mengkhususkannya dengan berpuasa… (al Fatawa al Kubra juz 5). Dan di dalam kitab Tuhfatul Muhtaj karya Ibnu Hajar al Haitamy rahimahullah disebutkan: dan hari ‘Asyura-’ tidak mengapa berpuasa pada hari itu saja… (lihat juz3, bab puasa sunnah).
Boleh berpuasa pada hari ‘Asyura-’ walaupun hari itu hari Sabtu atau Jum’at
Telah ada riwayat tentang larangan berpuasa pada hari Jum’at secara tersendiri dan larangan tentang berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa wajib, tetapi hilang kemakruhannya jika ia berpuasa pada dua hari ini dengan menggambungkan satu hari ke setiap dari keduanya atau bertepatan dengan kebiasaan yang disyari’atkan seperti berpuasa 1 hari dan berbuka 1 hari atau berpuasa sebagai nadzar atau puasa qadha-’ atau puasa yang dianjurkan oleh agama seperti puasa hari Arafah dan hari ‘Asyura-’… (lihat kitab Tuhfatul Muhtaj, juz 3 bab puasa sunnah dan kitab Musykilul Aatsar, juz 2, bab puasa hari Sabtu).
Al Bauhuti rahimahullah berkata: “Dan dimakruhkan bersengaja berpuasa pada hari Sabtu disebabkan oleh hadits Abdullah Bin Busyr dari saudara perempuannya:

لَا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلَّا فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ.

Artinya: “Dan janganlah kalian berpuasa hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian”. Hadits riwayat Ahmad dengan sanad yang baik dan Imam hakim, beliau berkata: “Hadits ini berdasarkan syarat shahih Bukhari. Dan dikarenakan ia adalah hari yang dimuliakan oleh orang-orang Yahudi, karena pengkhususan berpuasa pada hari itu saja ada persamaan dengan mereka… ( kecuali apabila bertepatan ) hari Jum’at atau hari Sabtu ( biasanya) seperti bertepatan dengan hari Arafah atau hari ‘Asyura-’ dan merupakan kebiasaannya berpuasa pada kedua hari itu maka tidak dimakruhkan, karena suatu adat mempunyai pengaruh di dalam hal tersebut”. (Lihat kitab Kasysyaful Qina’ juz2, bab Puasa sunnah)
Apakah yang harus dikerjakan apabila hilal (awal bulan) belum jelas??
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Dan Jika awal bulan masih samar maka ia berpuasa tiga hari, dan sesungguhnya ia kerjakan demikian agar ia yakin pada hari kesembilan dan kesepuluhnya ( kitab al Mughni karya Ibnu qudamah juz 3, shiyam – shiyam bulan ‘Asyura-’)
Barang siapa yang belum mengetahui masuk awal bulan Muharram dan ia ingin berhati-hati untuk hari kesepuluh maka hendaklah ia menggenapkan bulan Dzulhijjah 30 hari sebagaimana kaidah yang dikenal kemudian ia bepuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh. Dan barang siapa yang menginginkan berhati-hati pada hari kesembilannnya juga maka ia berpuasa pada hari kedelapan dan kesembilan dan kesepuluh ( kalau seandainya Dzulhijjah sebenarnya kurang (dari 30) maka ia telah mendapatkan hari kesembilan dan kesepuluh dengan yakin). Dan mengingat bahwa berpuasa pada hari ‘Asyura-’ dianjurkan dan tidak diwajibkan maka manusia tidak diperintahkan untuk benar-benar memperhatikan awal bulan sebagaimana mereka diperintahkan untuk benar-benar awal bulan Ramadhan dan Bulan Syawwal.
Puasa hari ‘Asyura-’, menghapuskan apa??
An Nawawi rahimahullah berkata: “Menghapuskan dosa-dosa kecil, dan taqdirnya adalah menghapuskan dosa-dosa sipelakunya seluruhnya kecuali dosa-dosa besar”. beliau rahimahullah berkata juga: “Puasa hari Arafah sebagai penghapus dosa dua tahun dan puasa ‘Asyura-’ sebagai penghapus dosa satu tahun dan apabila pengucapan “amin” nya bertepatan dengan para malaikat maka akan diampunkan baginya dosa-dosanya yang telah… tiap dari perkara yang disebutkan ini bisa digunakan untuk penghapus dosa, apabila ia mendapatkan sesuatu yang bisa ia hapuskan dari dosa-dosa kecil maka ia menghapusnya dan apabila tidak mendapatkan dosa-dosa kecil atau besar maka dituliskan dengan sebabnya berupa kebaikan-kebaikan, dan diangkat untuknya beberapa derajat dengan sebab itu. Dan apabila ia mendapatkan satu dosa besar atau beberapa dosa besar dan tidak mendapatkan dosa-dosa kecil maka kita harapkan ia bisa meringankan dosa besar”. (lihat kitab al Majmu’ Syarah Muhadzdzab, juz 6, puasa hari Arafah)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan penghapusan dosa (dari pahala) bersuci, shalat, berpuasa bulan Ramadhan, puasa hari Arafah dan hari ‘Asyua-’ hanya untuk dosa-dosa kecil saja. (lihat kitab al Fatawa al Kubra, juz 5 ).
Jangan terpesona dengan pahala puasa!
Beberapa orang terpesona dengan menyandarkan pahala puasa hari ‘Asyura-’ atau hari Arafah, sampai-sampai sebagian dari mereka berkata: “Puasa hari ‘Asyura-’ menghapuskan seluruh dosa-dosa dalam satu tahun itu, dan tersisa puasa hari Arafah bonus di dalam pahala.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Orang yang terperdaya ini tidak menyadari bahwa puasa bulan Ramadhan dan shalat wajib lima waktu lebih agung dan lebih tinggi dari berpuasa pada hari Arafah dan hari ‘Asyura-’ dan ia (shalat lima waktu dan puasa bulan Ramadhan) menghapuskan dosa-dosa diantara keduanya apabila ia menghindari dosa-dosa besar. Puasa Ramadhan ke puasa Ramadhan, shalat Jum’at ke shalat Jum’at tidak berfungsi untuk menghilangkan dosa-dosa kecil kecuali dengan menggabungkan kepadanya penjauhan akan dosa-dosa besar dan akhirnya gabungan dari dua perkara ini berkekuatan untuk menghapuskan dosa-dosa kecil. Dan dari orang-orang yang terlena ada yang mengira bahwa keta’atannya lebih banyak dari perbuatan-perbuatan maksiatnya, karena ia tidak menghisab dirinya akan kesalahan-kesalahannya dan tidak mencri-cari akan dosa-dosanya, sedangkan apabila ia telah mengerjakan satu keta’atan maka ia akan menghapalnya dan menghitungnya seperti orang yang beristighfar dengan lisannya atau bertasbih di dalam satu hari 100 kali, kemudian ia menggunjing kaum muslimin dan merobek-robek kehormatannya dan ia berbicara dengan sesuatu yang tidak Allah  ridhai di sepanjang harinya, maka orang ini selalu melihat keutamaan bertasbih, bertahlil dan tidak menoleh kepada apa yang diriwayatkan dari ancaman bagi orang-orang penggunjing, pendusta dan pengadu domba serta selain daripada itu yang berupa penyakit-penyakit lisan, dan hal demikian itu adalah benar-benar penipuan. (lihat kitab al Mausu’ah al Fiqhiyah, juz 31, ghurur)
Berpuasa hari ‘Asyura-’ dalam keadaan masih punya tanggungan dari puasa Ramadhan
Para Ahli Fiqh berbeda pendapat di dalam hukum mengerjakan puasa sunnah sebelum mengqadha-’ puasa Ramadhan, Madzhab Hanafy berpendapat diperbolehkan berpuasa sunnah sebelum mengqadha-’ puasa Ramadhan tanpa ada kemakruhan dikarenakan menggantinya tidak wajib dengan segera dan madzhab Maliky dan Syafi’i berpendapat diperbolehkan berpuasa dengan kemakruhan dikarenakan akan menta’khirkan suatu yang wajib. Ad Dasuqy berkata: “Dimakruhkan berpuasa sunnat atas siapa yang mempunyai tanggungan puasa wajib seperti orang yang bernadzar, puasa qadha, puasa sebagai (kaffarah) penebus sesuatu, baik puasa sunnah yang ia dahulukan dari puasa wajib itu tidak ditekankan atau ditekankan, seperti puasa ‘Asyura-’, puasa tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah menurut pendapat yang lebih utama. Dan Madzhab Hanbali berpendapat akan keharaman puasa sunnah sebelum mengqadha-’ puasa Ramadhan dan tidak sahnya berpuasa sunnah waktu itu walaupun masih panjang waktu untuk mengqadha-’. Dan diharuskan untuk memulai dengan mengerjakan yang wajib sampai ia selesai mengqadha-’nya (lihat kitab al Mausu’ah al Fiqhiyah juz 28:puasa sunnah)
Maka dari itu hendaklah seorang muslim bersegera mengqadha-’ setelah bulan Ramadhan agar memungkinkannya untuk mengerjakan puasa Arafah Dan ‘Asyura-’ tanpa ada kesulitan, dan apabila ia berpuasa hari Arafah dan hari ‘Asyura-’ dengan niat dari malam hari mengqadha-’ maka hal yang demikian itu telah mencukupi di dalam pengqadha-’an puasa yang wajib.
Bid’ah-bid’ah pada hari ‘Asyura-’
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ditanya tentang perbuatan yang dikerjakan manusia pada hari ‘Asyura-’ seperti bercelak, mandi, memakai pacar, saling bersalaman, memasak biji-bijian dan memperlihatkan kesenangan serta yang lainnya… Apakah yang demikian itu ada dasarnya atau tidak?
Dijawab: “Segala puji milik Allah Rabb semesta alam, tidak ada di dalam hal ini satu riwayat hadits shahihpun dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak juga dari para shahabatnya, tidak dianjurkan pula oleh satupun dari para Imam yang empat akan hal tersebut, tidak pula dari selain mereka dan para pengarang kitab-kitab mu’tabar (terpandang) juga tidak meriwayatkan sesuatupun dalam hal ini dan tidak dari riwayat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan dari para shahabat, juga dari tabi’in, tidak ada dari hadits yang shahih, tidak juga dari hadits yang lemah. Tetapi sebagian orang-orang generasi terakhir telah meriwayatkan dalam perkara ini beberapa hadits, seperti apa yang mereka riwayatkan bahwa; “Barangsiapa yang bercelak pada hari ‘Asyura-’ maka ia tidak akan pedih matanya pada tahun itu”, dan “Barang siapa yang mandi pada hari ‘Asyura-’ maka ia tidak akan sakit pada tahun itu” dan yang semisal dengan itu… dan bahkan mereka telah meriwayatkan sebuah hadits palsu mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam: “Bahwasanya barang siapa yang bermurah atas keluarganya pada hari ‘Asyura-’ maka Allah Akan melapangkan rizqinya sepanjang tahun”. Dan seluruh riwayat-riwayat ini tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bohong.
Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan secara ringkas apa yang telah terjadi pada awal mula umat ini berupa kekacauan-kekacauan, kejadian-kejadian dan terbunuhnya Husain radhiyallahu ‘anhuma serta apa yang dikerjakan oleh beberapa kelompok disebabkan hal itu, beliau juga berkata: “Lalu timbullah kelompok yang bodoh dan zhalim, baik itu kelompoknya orang mulhid munafik atau kelompok sesat yang berlebihan yang memperlihatkan kecintaan kepadanya dan kepada Ahlu Bait, kelompok tersebut menjadikan hari ‘Asyura-’ sebagai hari berkabung, kesedihan dan ratapan. Dan kelompok itu memperlihatkan di dalam hari itu syi’ar-syi’ar orang-orang jahiliyah berupa pemukulan wajah, pengrobekan kantong-kantong baju, dan bertakziyah bak layaknya orang jahiliyah… dan mensenandungkan kashidah-kashidah kesedihan, menceritakan riwayat-riwayat yang di dalamnya terdapat penuh dengan kebohongan. Dan tidak ada kejujuran di dalam peringatan ini kecuali saling berganti tangis, fanatisme, penyebaran kebencian dan perperangan, menyebarkan fitnah diantara umat Islam, menjadikan hal yang demikian itu untuk mencaci para sahabat yang lebih dahulu masuk Islam…kesesatan dan bahaya mereka terhadap umat Islam tidak bisa dihitung oleh orang yang fasih di dalam berbicara, sedangkan yang menentang mereka ada beberapa kelompok, baik itu dari orang-orang Nawashib yang sangat benci terhadap Husein dan Ahlu Bait radhiyallahu ‘anhum atau dari orang-orang bodoh yang melawan kerusakan dengan kerusakan, kebohongan dengan kebohongan, kejelekan dengan kejelekan, bid’ah dengan bid’ah maka mereka membuat kabar-kabar palsu di dalam syi’ar-syi’ar kebahagian dan kesenangan pada hari ‘Asyura-’ seperti bercelak dan memakai pacar, dan banyak memberikan nafkah kepada keluarga, memasak makanan-makanan tidak seperti biasanya dan seperti yang lainnya dari pekerjaan yang dikerjakan pada hari-hari raya dan musim-musim bersejarah. Maka mereka (kelompok kedua-pent) menjadikan hari ‘Asyura-’ sebagai musim hari raya dan kesenangan sedangkan mereka (kelompok pertama) menjadikan hari ‘Asyura-’ sebagai hari kesusahan, mereka mendirikan di dalamnya kesedihan dan kesenangan dan keduanya telah melakukan kesalahan keluar daripada sunnah… (al Fatawa al Kubra milik Ibnu Taimiyah rahimahullah ).
Ibnu Hajj rahimahullah menyebutkan termasuk dari perbuatan-perbuatan bid’ah hari ‘Asyura-’ adalah sengaja mengeluarkan zakat di dalamnya baik itu diakhirkan atau di majukan (dari waktu asalnya) dan mengkhususannya dengan menyembelih ayam dan juga para wanita memakai pacar. (al Madkhal juz 1, hari ‘Asyura-’).
Kita memohon kepada Allah agar termasuk dari orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah nabinya yang mulia, dan semoga kita di hidupkan di atas agama Islam, diwafatkan di atas keimanan, semoga Allah memberikan kita taufik untuk mengerjakan apa yang Dia cintai dan ridhai. Dan kita memohon kepada Allah agar menolong kita untuk bisa mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, mengerjakan ibadah kepada-Nya dengan baik, menerima (amal ibadah) dari kita dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang bertakwa dan merahmati kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan kepada para keluarga serta seluruh shahabat beliau.

Nukilan: Syaikh Muhammad Shalih Munajjid
Penyelaras Bahasa: Ustadz Abu Abdillah Ahmad Zain, Lc
p/s:Suatu artikel yg bemanfaat sebolehnya perlu utk dikongsi dan segala manfaat daripada artikel adalah datangnya daripada penulis asal.Pihak tudiaa.blogspot.com hanyalah sekadar berkongsi.Hak milik asal adalah merujuk kepada pihak yang menulis artikel tersebut. 

2011-11-29

Hassan Al-Banna



Tanggal 12 Februari 1949 telah meninggalkan sejarah hitam bagi gerakan Islam seluruhnya. Dunia kehilangan seorang ulama' ulung yang mempelopori gerakan mengembalikan Islam ke puncak kegemilangannya.

As Syahid Hassan Al Banna belum sempat melihat Islam didaulatkan kembali setelah kejatuhan khilafah Othmaniyyah, tetapi beliau telah menang dalam pertarungan mendapatkan syahid. Pemergian beliau bukan secara kebetulan, tetapi ia merupakan pembunuhan kejam yang terhasil daripada perancangan musuh-musuh Islam yang berselindung di belakang Raja Faroq.

Dua bulan sebelum kejadian, gerakan Islam yang diasaskan oleh As Syahid Hasan Al Banna telah diharamkan oleh kerajaan Mesir. Kesemua cawangannya di sana yang berjumlah lebih daripada 3,000 diarahkan supaya dibubarkan dan sekiranya masih beroperasi akan dikira sebagai pertubuhan haram, pelampau dan pengganas.

Bukanlah suatu yang baharu bagi pemimpin Mesir menjadi 'pak turut' kepada negara-negara Barat. Dalam mengharamkan gerakan Islam ini, kerajaan Mesir secara jelas mengikut telunjuk Amerika Syarikat, Perancis dan Britain.

As Syahid Syed Qutub yang berada di Amerika ketika pembunuhan Hasan AlBanna menceritakan bagaimana rakyat Amerika Syarikat berpesta apabila menerima berita kematian Hassan Al Banna

Ketika kejadian, Hassan Al Banna berjalan bersendirian di jalan Ramsis,Kaherah berhampiran dengan pejabat Jam'iyatus Syubbanil Muslimin(Persatuan Pemuda Islam). Bukti perancangan mereka terbukti apabila jalan yang biasanya sibuk itu menjadi lengang. Lampu-lampu jalan dipadamkan , semua kedai dan restoran ditutup dan tidak ada kenderaan yang dibenarkan melalui jalan berkenaan kecuali sebuah teksi yang beberapa kali berulang-alik mencari 'sesuatu.'

Oleh kerana tiada kenderaan lain, Imam Al Banna menahan teksi berkenaan untuk pulang ke rumahnya. Dengan tidak disangka-sangka, sebaik sahaja teksi berkenaan berhenti di hadapan beliau, tubuh beliau terus dirobek oleh peluru-peluru yang dimuntahkan oleh senjata pemandu teksi berkenaan.

Bagi menyempurnakan lakonan sendiwara seterusnya, Imam Al Banna di bawa ke Hospital Al Qasrul Aini. Di hospital berkenaan, dengan arahan daripada Raja (Al Malik) Faroq, Imam Al Bana di tinggalkan bersendirian tanpa diberi rawatan kecemasan hinggalah beliu menghembuskan nafasnya yang terakhir. Tarikh 12 Februari, lebih 53 tahun yang lalu menjadi saksi pembunuhn kejam dan terancang pihak berkenaan ke atas imamul-jihad, As Syahid Hasan Al Banna.

Bukti Perancangan semakin terserlah apabila pada 4 Julai 1949 kerajaan Al Malik Faroq mengisytiharkan anugerah khas kepada konspirator utama yang merancang pembunuhan berkenaan, iaitu ketua di jabatan siasatan jenayah Kementerian Dalam Negeri, Amir Mahmud Bek Abdul Majid dan pemandu serta pemilik teksi berkenaan.

Ramai berpendapat, Imam Al Banna tidak akan dibunuh jika beliau tidak menyertai jihad menentang Israel

Maka 'jihad'lah yang menjadi punca kemarahan musuh-musuh Islam. Sebelum itu mereka tidak begitu gentar terhadap dakwah Imam Al Banna.

Dakwah yang dilakukan oleh beliau di Mesir adalah dakwah yang penuh dengan hikmah; mengajak manusia kembali kepada Allah, melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangannya. Hasan Al Banna tidak pernah mengkafirkan sesiapa sesuka hati. Tidak pernah mengarahkan sesiapa melakukan pembunuhan ke atas pemimpin-pemimpin tertentu dan tidak pernah merancang untuk menggulingkan kerajaan secara kekerasan.

Dakwah sebegini lazimnya tidak mengundang sebarang tindakan negatif pihak musuh. Tetapi sebaik sahaja melihat kejayaan beliau mengajak umat Islam Mesir menyertai peperangan terhadap penjajah Israel di bumi Palestin, maka musuh-musuh Islam merasa gerun.

Mereka bimbang, orang yang mampu mempengaruhi orang ramai ini akan menumbangkan kuasa mereka suatu hari kelak. Peritiwa ini seakan-akan sama dengan peristiwa Singapura diserang todak. Budak yang berjaya menyelamatkan Singapura daripada diserang todak itu akhirnya dibunuh kerana dibimbangi kepintarannya itu akan menyebabkan kuasa raja tumbang suatu hari kelak.

Sesungguhnya suatu perjuangan itu menuntut pengorbanan yang melibatkan soal menggadai nyawa sendiri.Hassan al Banna merupakan seorang tokoh yang amat bernilai bagi Islam serta pengganutnya seluruh alam kerana perjuangan beliau bukanlah perjuangan peribadi bahkan perjuangan jihad yang bersandarkan kepada jihad mempertahankan dan memperjuangkan agama Islam.

2011-11-22

Mahasiswa Bodoh?



Gabungan beberapa gerakan mahasiswa telah melancarkan "Gerakan menuntut kebebasan akademik" atau Bebas dalam usaha memperjuangkan hak dan kebebasan mahasiswa dan ahli akademik.Sempena pelancaran gerakan itu, mereka yang terdiri daripada Solidariti Mahasiswa Malaysia (SMM), Persatuan Mahasiswa Islam Universiti Malaya (PMIUM), Kelab Rakan Siswa Islah Malaysia (Karisma), Kumpulan Aktivis Mahasiswa Indipenden (Kami) serta Gerakan Demokratik Belia dan Pelajar Malaysia (Dema), telah menyerahkan satu memorandum kepada Suruhanjaya Hak Asasi Malaysia (Suhakam).Turut serta dalam Bebas adalah Pro Mahasiswa Nasional (ProMN), Majlis Perwakilan Mahasiswa Nasional (MPMN), Legasi Mahasiswa Progresif (LMP) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa (Aksi).

Sebenarnya, para pelajar sama ada di dalam atau di luar bilik kuliah, memiliki kuasa yang tidak terbatas untuk mempersoal, menguji idea dan mengeluarkan kenyataan kontroversi dan tidak popular tanpa mengira sama ada pendapat tersebut bercanggah atau tidak dengan pendapat umum.Malahan institusi akademik tidak berhak untuk mengekang kebebasan akademik dalam kalangan kakitangan universiti atau menggunakan praktis kebebasan akademik sebagai sebab untuk mengenakan tindakan tatatertib kerana apa yang dizahirkan itu adalah bertujuan untuk menyatakan rasa tidak setuju dengan tindakan pihak tertentu yang sememang perlukan teguran ilmiah terutamanya daripada para ahli ilmiah seperti para pelajar mahupun pihak selayaknya.

Sementara itu, dalam memorandum yang turut diserahkan kepada Suhakam pula, mereka menuntut enam perkara pokok yang ditafsirkan sebagai kebebasan kepada mahasiswa dan golongan akademik.Antaranya termasuklah :

  1. memansuhkan AUKU dan AKTA 174.
  2. membebaskan ilmuan berakademik.
  3. membebaskan mahasiswa bersuara.
  4. memberi hak mahasiswa mengurus pilihan raya kampus.
  5. membebaskan mahasiswa mengurus persatuan dan aktiviti.
  6. memberi hak kepada mahasiswa terlibat dalam politik.

Bagi saya sendiri sebenarnya wajar pihak yang berkenaan mengambil langkah yang paling berkesan dalam menggubal sesuatu akta yang kadang kala boleh dilihat memberati sebelah pihak dan menekan suatu pihak lain.Walhal golongan ilmiah seperti para pendidik dan pelajar patut diambil pertimbangan dan pendapat mereka untuk digunakan sebagai rujukan mahupun sandaran.

dipetik dan diubahsuai daripada: harakahdaily

NFC Bukan Sekadar Lembu





Koordinator Jingga 13, Fariz Musa mendesak National Feedlot Corporation (NFC) mendedahkan penyewa kondominium One Menerung di Bangsar yang didakwa membayar sewa bulanan RM70 ribu sebulan.

Fariz menggesa Pengarah Eksekutif NFC, Datuk Seri Mohamad Salleh Ismail mendedahkan penyewa terbabit sekiranya benar kondominium itu dibeli untuk tujuan pelaburan, lapor KeadilanDaily.

“Kami pertikaikan kenyataan Datuk Seri Mohamad Salleh yang menyatakan sewa kondominium itu adalah RM70 ribu sebulan.

“Kami gesa Datuk Mohamad Salleh dedahkan siapakah yang menyewa kondominium itu,” kata Fariz.

Beliau yang lebih dikenali sebagai cikgu Fariz mendesak perkara itu sebelum membuat laporan polis terhadap NFC di Balai Polis Dang Wangi, tengah hari tadi.

Menurut Fariz, pengakuan Mohamad Salleh bahawa NFC membeli bukan satu tetapi dua kondominium kononnya sebagai instrumen pelaburan adalah satu bukti nyata aktiviti pecah amanah.

Jingga 13, satu NGO yang memperjuangkan isu-isu yang dekat dengan masayarakat telah membuat laporan pertama di pejabat Suruhanjaya Pencegahan Rasuah (SPRM) di Putrajaya minggu lalu.

SPRM kemudian menghubungi Fariz dan memaklumkan yang laporan itu kini diserahkan kepada Polis Diraja Malaysia dan disiasat di bawah Akta 613, Seksyen 409 Kanun Keseksaan bersabit aktiviti jenayah pecah amanah.

Laporan pertama Jingga 13 itu memetik harga kondominium dibeli NFC sebanyak RM9.8 juta.

Namun, pengakuan Mohamad Salleh bahawa NFC, sebuah syarikat penternakan lembu yang dibiayai kerajaan- sebenarnya membeli dua unit kondominium mewah berharga RM13.8 juta mendorong Jingga 13 untuk membuat laporan baru pagi tadi.

Semalam, PKR mendakwa NFC membelanjakan RM32,000 wang rakyat bagi membiayai pakej umrah Menteri Pembangunan Wanita, Keluarga dan Masyarakat, Datuk Seri Shahrizat Jalil dan keluarganya

Petikan daripada laporan berita harakah daily.
Menurut laporan didapati  kesamaran mengenai projek NFC semakin jelas kedangalan dan kesangsian disebalik penggunaan kondominium sebagai instrumen pelaburan.Diharapkan pihak terbabit tampil membuat kenyataan dan pengakuan jujur terhadap kesangsian yang timbul agar rakyat tidak salah faham dan jika benarlah seperti yang dinyatakan oleh pihak pendakwa maka sewajarnya pihak terbabit membetulkan kesilapan mereka.

2011-11-17

Taubat Nasuha




ALLAH swt sentiasa memerintahkan kita supaya bertaubat, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar.” (At-Tahrim: 8.)
Allah telah membuka pintu harapan kepada hamba-hambaNya: “Katakanlah; wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampunkan dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53)
Syarat-syarat taubat :
  1. Ikhlas ingin bertaubat
  2. Tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi
  3. Menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan
  4. Harus mempunyai tekad di dalam hati tidak akan melakukan dosa itu untuk selama-lamanya
  5. Dikerjakan sebelum ajal tiba
Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, maka taubat yang dilakukan itu tidaklah sah. Jika dosa berkaitan dengan manusia yang lain, maka syaratnya ditambah lagi, iaitu harus dapat membebaskan diri dari hak orang yang berkaitan. Contohnya jika hal itu berbentuk harta, harus dikembalikan. Jika berbentuk hukuman, ia harus menyerahkan diri mohon dimaafkan. Jika hal berupa cacian dan sebagainya, maka ia harus memohon keredhaannya.
Waktu melaksanakan taubat :
Taubat tidak boleh diundur-undur atau ditunda. Kerana jika demikian ia sangat berbahaya bagi hati manusia. Jika tidak segera menyucikan diri sedikit demi sedikit, maka pengaruh dosa itu akan bertompok-tompok, dan akhirnya akan merosakkan hati sehingga tertutup dari cahaya kebenaran.
Di antara penyebab yang akan membangkitkan jiwa bertaubat seseorang itu adalah jiwa yang selalu mengingati hari kematian dan hidup bersendirian di dalam kubur. Kata-kata mati adalah sesuatu yang sangat menakutkan kebanyakan manusia. Mati beerti berpisah dengan segala yang disayangi atau dicintai. Hari terputusnya segala nikmat. Sedangkan berpisah sebentar sahaja dengan anak atau isteri, dapat mengalirkan air mata kesedihan, apa lagi berpisah untuk selamanya
Firman Allah: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula.” (Az-Zumar: 30)
Di samping mengingat tentang azab penderitaan yang bakal dihadapi oleh orang-orang yang berdosa mengingat kenikmatan syurga yang bakal ditempati oleh orang-orang yang soleh juga akan dapat membangkitkan keinginan jiwa untuk melakukan taubat dengan segera.
Cara melaksanakan solat taubat :
Cara melaksanakan solat taubat ini sama dengan solat biasa, iaitu setelah berwuduk dengan sempurna, lalu berdiri di tempat yang suci, menghadap kiblat;
  • Waktu di lakukan – bila-bila masa merasa telah berbuat dosa (kecuali waktu makruh tahrim utk melakukan solat)*. Sebaik-baiknya 2/3 malam (pukul 2 pagi ke atas), semasa Qiyamullail
  • Lafaz niat: “Sahaja aku mengerjakan solat sunat taubat dua rakaat kerana Allah Ta’ala.” (Cukup di dalam hati, ada perbahasan ulama’ tentang lafaz niat dlm ibadah – sila rujuk kpd pakar feqah)
  • Rakaat pertama membaca (disunatkan membaca doa Iftitah) kemudian surah Al-Fatihah. Selepas itu mana2 ayat atau surah dalam al-Quran.
  • Rakaat kedua membaca surah Al-Fatihah. Selepas itu mana2 ayat atau surah dalam al-Quran.
  • Semasa sujud akhir rakaat kedua, ucapkanlah Doa Nabi Yunus sebanyak 40 kali (bersungguh-sungguh di dalam hati memohon keampunan dari Allah Ta’ala),
  • 027alquran3.gif
    Ertinya: “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau Ya Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.”
  • Selepas salam, perbanyakkan istighfar seperti,
munajat1.jpg
Ertinya: Ampunilah hamba Ya Allah. Tuhan yang Maha Agung. Tiada Tuhan yang lain melainkan hanya Engkau. Dialah Tuhan yang Maha Hidup lagi Maha Perkasa dan hamba bertaubat kepada Engkau ya Allah.
  • dan berdoa dengan Penghulu Istighfar,
penghulu.jpg
Ertinya: “Ya, Allah Engkaulah Tuhanku, Tidak ada Tuhan selain Engkau, Engkaulah yang menjadikan aku. Sedang aku adalah hamba-Mu dan aku di dalam genggaman-Mu dan di dalam perjanjian setia ( beriman dan taat ) kepada-Mu sekuat mampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah ku lakukan. Aku mengakui atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada ku dan aku mengaku segala dosaku. Maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni segala dosa kecuali Engkau.”

  • Kemudian boleh juga berdoa mengikut luahan hati dan munajat masing-masing ke hadhrat Allah.

*Makruh tahrim – Petikan dari “170 Solat-Solat Sunat”, Abd Rahman Mukhlis, Terbitan Jasmin Enterprise, ms 8-9 ;
Fuqaha Syafi’iyah berpendapat bahawa makruh tahrim hukumnya melaksanakan sembahyang sunat tanpa sebab, dan sembahyang itu dipandang tidak sah jika dilakukan dalam lima waktu berikut:
  1. Selepas sembahyang Subuh yang dilaksanakan secara tunai (bukan sembahyang qadha’), hingga matahari menyingsing sepenggalah.
  2. Ketika matahari terbit hingga menyingsing seperti galah.
  3. Selepas melakukan sembahyang Asar yang dilaksanakan secara tunai sekalipun ia dijamak dengan Zuhur pada waktu Zuhur (jamak taqdim).
  4. Ketika matahari berwarna kuning, hingga terbenam seluruhnya.
  5. Ketika matahari benar-benar berada di atas kepala (di tengah-tengah langit) hingga gelincir ke Barat. Kecuali waktu Istiwa’ (matahari berada di tengah-tengah langit pada hari Jumaat.
Bagaimanapun, jika sembahyang yang dilakukan itu ada sebab yang mendahuluinya seperti sembahyang Tahiyyatul Masjid, walaupun khatib sudah berada di atas mimbar, sembahyang Sunat Wuduk dan sembahyang Sunat Tawaf sebanyak dua rakaat.
Begitu juga sembahyang yang mempunyai waktu terkait (muqayyad), seperti sembahyang Istisqa’ dan sembahyang Gerhana Matahari. Maka hukumnya adalah sah tanpa dimakruhkan, sebab ia terkait dengan turunnya hujan dan terhalangnya cahaya matahari.
Adapun melaksanakan sembahyang sunat ketika bilal qamat adalah makruh tanzih, kecuali ketika qamat sembahyang Jumaat. Sembahyang sunat yang dilakukan ketika bilal sudah qamat pada sembahyang Jumaat adalah haram hukumnya.

sumber: ohislam.com

2011-11-10

4 Jenis Masa



Pada suatu Subuh, Saidina Bilal melihat Rasulullah s.a.w menangis teresak-esak. Apabila Bilal bertanya mengapakah baginda menangis, lalu Rasulullah menjawab baginda baru saja menerima wahyu iaitu 

(ayat 191 hingga 195 daripada surah Ali-Imran).

Mengapa Rasulullah menangis? Dalam ayat pertama, Allah menerangkan mengenai sifat orang yang mengingati-Nya pada waktu berdiri, duduk dan berbaring. 

Menurut Abdullah Yusuf Ali dalam tafsirnya, semua keadaan itu (berdiri, duduk dan berbaring) adalah simbolik untuk semua keadaan termasuk peribadi, kemasyarakatan, ekonomi dan lain-lain. Maknanya dalam seluruh hidup kita sama ada belajar, bekerja, bergaul, berumah tangga malah apa saja, adalah dalam keadaan sentiasa mengingati Allah. 

Apakah yang dimaksudkan dengan sentiasa mengingati Allah? Adakah ini bermakna kita menyebut perkataan Allah, Allah, Allah, pada setiap masa? Sebenarnya apa yang dituntut Allah ialah supaya kita menentukan setiap perkara yang kita lakukan mestilah: 


  •  Mencari matlamat Allah 
  •  Dilaksanakan mengikut syariat Allah 
  •  Meletakkan pengharapan kepada Allah, bukan kepada usaha kita semata-mata.
 

Ini bermakna kita perlu sentiasa memikirkan adakah kehidupan kita seluruhnya berada dalam keadaan seperti di atas. Adakah kita menjadikan seluruh hidup kita sebagai perhambaan kepada Allah dalam pengertian di atas? 

Dalam ayat seterusnya Allah menyebutkan sifat mereka yang berfikir mengenai keajaiban kejadian langit dan bumi. Mereka berfikir sehingga dapat membuat kesimpulan bahawa semuanya dijadikan Allah bukan sia-sia. 

Kemudian mereka berdoa supaya ‘selamatkanlah’ diri mereka daripada api neraka. Abdullah Yusuf Ali menafsirkan api adalah simbolik kepada hukuman yang pedih. 

Apa yang penting di sini adalah hubungan antara berfikir dengan selamat daripada api neraka. Marilah kita bertanya diri sendiri adakah kita sudah berfikir dengan bersungguh-sungguh sehingga kita merasai akan kehebatan ciptaan Allah? 

Banyak perkara yang boleh kita fikirkan sebagai contoh penciptaan manusia sendiri dan penciptaan unsur utama alam iaitu udara, air, tumbuhan dan haiwan. 

Kehebatan ciptaan Allah sepatutnya menjadikan hati kita tunduk pada kebesaran Allah. Apabila kita tunduk pada kebesaran Allah, kita akan mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. 

Kita harus sedar kejayaan yang sebenar apabila kita selamat daripada api neraka. Allah menyebutkan dalam ayat di atas, sesiapa yang dimasukkan ke dalam api neraka sebenarnya mendapat kehinaan. 

Cuba kita sama-sama fikirkan mengenai kegagalan yang dialami di dunia ini. Sekiranya kita gagal peperiksaan pun kita berasa malu dan terhina. 

Begitu juga dengan orang yang didapati bersalah dan dihukum penjara, mereka pasti berasa hina yang lebih besar lagi. Jadi, satu ciri azab akhirat ialah kehinaan. 

Kita terhina di hadapan seluruh manusia, di hadapan Allah dan malaikat-Nya. Bukankah ini sumber motivasi yang terbesar untuk manusia mengabdikan diri kepada Allah dalam pengertian sebenarnya? 

Dalam ayat di atas juga disebutkan, mereka berdoa sekali lagi supaya Allah tidak menghinakan mereka di akhirat. Ini menunjukkan betapa beratnya seksaan menanggung kehinaan di akhirat nanti. 

Lebih berat daripada segala bentuk kehinaan di dunia. Akhirnya Allah memperkenankan permohonan mereka dan memasukkan mereka ke dalam syurga yang mengalir sungai di bawahnya. 

Sekali lagi, Abdullah Yusuf Ali mengatakan sungai yang mengalir di bawahnya adalah simbol kebahagiaan dan kemewahan yang tidak terhingga yang sesuai dengan keadaan masyarakat Arab pada masa itu (ketika wahyu diturunkan). 

Sungai adalah nikmat yang tidak terhingga bagi masyarakat yang hidup di tengah padang pasir yang kering kontang. Oleh itu, sudah tentu kita boleh 
membayangkan bentuk kemewahan dan kenikmatan yang tidak terhingga itu. 

Rasulullah pernah bersabda bahawa nikmat di syurga Allah adalah sesuatu yang tidak pernah dipandang, tidak pernah didengar dan tidak pernah terlintas di hati manusia. Itulah nikmat dan kejayaan sebenar. 

Apakah yang perlu kita fikirkan? Sebenarnya perkara yang disebutkan dalam ayat di atas itulah perkara pertama yang perlu kita fikirkan. 

Selain itu, ada perkara lain lagi yang perlu kita fikirkan. Rasulullah pernah menceritakan mengikut apa yang tersebut di dalam kitab Nabi Ibrahim a.s yang bermaksud: “Sewajarnya setiap yang berakal, selagi akal fikirannya tidak hilang, membahagikan masanya kepada empat waktu iaitu: 

  •  Waktu untuk dia bermunajat (berzikir dan berdoa) kepada Allah. 
  •  Waktu untuk dia bermuhasabah terhadap dirinya. 
  •  Waktu untuk dia berfikir mengenai ciptaan Allah. 
  •  Waktu untuk dia menumpukan kepada keperluannya seperti mencari makanan dan minuman. 

Adakah kita sudah memikirkan mengenai empat perkara di atas atau kita menumpukan pemikiran kepada aspek tertentu sahaja? Dunia di sekeliling kita hanya memikirkan mengenai perkara yang keempat. 

Sekiranya kita tidak berhati-hati, suasana yang ada di sekeliling kita boleh mempengaruhi kita sama ada kita sedar atau tidak. 

Mungkin secara tidak disedari kita hanya memikirkan persoalan yang keempat sahaja. Maka amat rugi dan malang sekali diri kita.